Aku mencintaimu.
Sampai kau bisa membuktikan aku berbohong–atau kau bersikeras bahwa
aku berbohong, meski tanpa bukti yang jelas. Lalu aku akan mengucapkan
selamat tinggal, meski kau bersikeras masih ingin bersamaku setelah kau
pikir aku membohongimu. Kau tidak bisa menerimanya, karena kau pikir
setelah kau menyangka bahwa aku berbohong, yang patut meninggalkan
adalah kau–dalam hal ini kau ingin menjadi seorang pemaaf dan
meninggikan dirimu di depanku sebagai manusia yang arif dan bijaksana.
Aku (kau anggap) berbohong, lalu kau memaafkanku (padahal aku tidak
salah), dan merasa kau sang maha pengampun (padahal itu tugas Tuhan). Coba pikir sekali lagi, kenapa kau masih ingin bersamaku setelah kau berkesimpulan aku telah membohongimu?