Kamis, 18 Desember 2014

Makan Malam

Seorang lelaki dengan serius mengemudikan mobil yang baru saja dia modifikasi. Dengan tangkas melaju diantara keriuhan kota.

"Sayang, kita harus makan malam." Kata seorang perempuan di samping kirinya.

Lelaki itu tidak menjawab, dengan brutal mengemudikan mobilnya. Persimpangan traficlight dia terobos, safetybelt tidak dipakai, bahkan beberapa pendestrian hampir dia serempet.

Sungguh kacau.. Mungkin dia sedang mabuk.

"Sayang, ayo! Kita keburu malam.." Cerca perempuannya.

Sesaat kemudian, terdengar suara sayup sirine dari arah belakang. Lelaki melihat dari kanan kiri kaca spion. Terlihat di sana dua mobil polisi sedang mengejarnya.

Kamis, 04 Desember 2014

Remah Renjana (Rindu)

Hebat ya, menatapmu saja bisa bikin jantungku berdetak abnormal. Bagaimana jika lebih dari sekedar mengintip lensa mata? Aku bisa hilang akal. Gila..!!

Lelaki. Tangguh memikul rindu namun lemah bersamaan ketika memberikannya pada satu hati yang kau tuju.

Rindu tidak punya logika. Jika iya, dia akan berpikir dulu sebelum terlanjur jatuh pada perangkap yang membuatnya kehilangan jiwa.

Sudah terlalu banyak lembaran rindu atas nama kamu. Kalau dibukukan, mungkin sudah pantas dijadikan ensiklopedia renjana untuk hatimu. 

Rindu punya jalur sendiri. Dia penyelinap ulung. Tau-tau kau dibebat dan wajah seseorang yang langsung selalu muncul tanpa penghubung.

Rindu tidak pernah ringkih. Partikelnya selalu awet muda dan jauh dari kata letih.

Lelaki. Kamu. Pengobrak abrik prinsipku. Pencetus rindu yang jadi liar padahal tadinya lugu.

Selasa, 25 November 2014

Berjuang? (Kandas)

Aku tidak pernah melewati jalan ini sebelumnya. Gelap. Pengap. Licin. Teman-temanku yang lain tertinggal jauh. Aku sendirian.

Sesekali aku menoleh ke belakang. Rasanya aku sempat mendengar beberapa pekik kesakitan di sana. Seperti ada pembantaian besar-besaran. Sayup kudengar mereka berteriak, “Jangan menyerah, John! Kamu harus berjuang!”

Minggu, 16 November 2014

Cemas Malam (Rindu IBU)


Selamat Malam Ibu..

Lalu aku merenung dalam dalam. Membongkar ingatan yang Ibu rajut perlahan, hingga lembaran kenang menyelimutiku dalam gigil. Kasih sayang tak kan pernah ingkar untuk hadir dalam tenang. Hati ini selalu berdesir dengan ikhlas saat Ibu menyapa lewat telinga.

Entah, aku selalu cemas saat dikunjungi malam. Rasa rindu, kesepian dan semua ingatan yang teresonansi karna keheningan. Padahal pagi akan datang setiap hari tanpa berjanji. Memudarkan kecemasan yang tertimbun rapih.

Kamis, 18 September 2014

Terpenjara Rasa

"Kenapa kamu membuatku nyaman?"

"Mungkin hanya perasaanmu, memang seperti ini caraku bersikap." Aku mengelak.

"Tidak, aku sudah terlalu sering berinteraksi dengan laki-laki dengan analisa kognitif. Dan kamu melakukan dengan tulus, berbeda dengan yang aku temui selama ini." Elaknya.

Aku terdiam. Bukan karena aku tak punya jawaban, tapi sulit untukku menjelaskan. Dia tak tau jika sebenarnya aku memiliki rasa yang sama.

"Entahlah, kadang kita tidak bisa mengontrol hati, semudah kita memerintah pikiran." Jawabku dan berlalu meninggalkan dia.

"Seharusnya kamu tau, kita tidak bisa memulai sesuatu yang tidak bisa kita akhiri!" Teriaknya dari kejauhan.

Jumat, 29 Agustus 2014

Orang Baru


Aku adalah orang baru di sini. Benar-benar baru, maksudku. Aku sampai di tempat ini sekitar dua puluh menit yang lalu. Bahkan saking barunya, sekarang aku sudah lupa cat rumah ini berwarna hitam atau kelabu.

Di antara perhatian pada rumah baruku, tiba-tiba terdengar suara gedebak-gedebuk yang sangat keras dari rumah tetangga sebelah kananku. Ada apa?

Kemudian, ada yang menangis. Tangisannya begitu menyayat, seakan-akan orang itu minta diampuni. Lalu suara gedebak-gedebuk terdengar lagi. Perlahan, tangisan tadi bertransformasi menjadi teriakan yang sangat memilukan hati.

Minggu, 17 Agustus 2014

Cemburumu tidak logis, Nona.

"Bagaimana jika senyummu bukan lagi inspirasiku?"

"Aku akan tertawa."

"Bagaimana jika kau bukan lagi mimpiku?"

"Ku buat kau terjaga. Aku nyata, bukan mimpi."

"Bagaimana jika aku tak lagi mengharapkanmu?"

"Bukankah kau telah mendapatkanku? Aku bukan lagi harapan, Bukan?"

"Bagaimana jika akhirnya aku memilih melepaskanmu?"

Senin, 11 Agustus 2014

Merindu Pagi #6

Terulang

AWAAASS!!!
Nafasku terengah, jantung berdegup kencang, keringat mengucur deras. "Oh, ternyata aku bermimpi." Keluhku.

Aku usap muka dan kepalaku, kemudian beranjak.

***

"Selamat pagi Rakka."

"Pagi Nin, Tart kurma ada?"

"Selalu siap untukmu playboy."

Anin selalu punya cara tersendiri untuk menggodaku.

Merindu Pagi #5

Berbicara Akhir

"Selamat Pagi Mas, dengan saya Anin. Mau pesan kue apa?"

"Kue Tart Coklat dengan taburan anak kurma diatasnya."

"Mungkin mau dituliskan nama?"

"Emm, Nessa."

"Dari?"

"Dari Saya. Rakka."

Jumat, 04 Juli 2014

Roman Picikan

Aku mencintaimu.
Sampai kau bisa membuktikan aku berbohong–atau kau bersikeras bahwa aku berbohong, meski tanpa bukti yang jelas. Lalu aku akan mengucapkan selamat tinggal, meski kau bersikeras masih ingin bersamaku setelah kau pikir aku membohongimu. Kau tidak bisa menerimanya, karena kau pikir setelah kau menyangka bahwa aku berbohong, yang patut meninggalkan adalah kau–dalam hal ini kau ingin menjadi seorang pemaaf dan meninggikan dirimu di depanku sebagai manusia yang arif dan bijaksana. Aku (kau anggap) berbohong, lalu kau memaafkanku (padahal aku tidak salah), dan merasa kau sang maha pengampun (padahal itu tugas Tuhan). Coba pikir sekali lagi, kenapa kau masih ingin bersamaku setelah kau berkesimpulan aku telah membohongimu?

Senin, 16 Juni 2014

Binar Pagi

Selamat Pagi Nona.
Aku mulai tau apa yang membuat pagiku begitu ringan, malam yang aku lalui begitu cepat, dan mimpi mimpi indah yang aku anggap percuma.

Kini aku mendapati senyum dan binarmu setiap pagi. Mungkin aku tidak perlu bermimpi. Cukup bagiku lelap untuk menyegerakan malam berlalu. Hingga aku dapat lebih cepat menikmati keindahan itu.

Jumat, 13 Juni 2014

Rindu Dering Telfon Ibu

Pernah nggak kamu bicara dengan seseorang lalu tiba-tiba terdiam. Kamu ingat seseorang yang begitu menyayangimu. Seseorang yang kadang kamu abaikan karena kesibukanmu. Yang dengan bahagia mengantar dan menyambut kedatanganmu kedunia. Kemudian ada sedikit rasa aneh di hati, bisa bahagia, sedih, terharu, bahkan marah dengan dirimu sendiri. Lalu kamu menangis dalam diam. Aku pernah mengalaminya. Tentang anak yang kadang tidak sadar kalau ibunya bener-bener sayang. 

Sabtu, 07 Juni 2014

Perempuan Bermata Hujan



Aku menyebutmu perempuan bermata hujan.
Meskipun kamu punya kata yang lebih indah dari itu. 

Sebenarnya aku tidak ingin menjulukimu dengan majas apapun. Sendirinmu sudah cukup indah ketika di sejajarkan dengan rona langit. Takkan cukup waktu dan kata untuk memanuskribkan satu persatu. 

Atau mungkin aku sendiri yang tidak mampu membaginya?
Malam ini, debar semarakan rindu yang entah.

Ketika jemariku merapal nada-nada buram, Kamu tersenyum.
Memancarkan binar yang membawa gundah, sementara aku tak sanggup memandang matamu lebih dari dua detik.

Senin, 26 Mei 2014

Lullaby #3 "Mengurung Rindu"

Hay nona, lama kita tak bersua. Tak sadarkah hati ini teresidu. Hingg aku tidak bisa membedakan mana rindu mana kamu.

Hai tuan aku sudah lama mngurung anak-anak rindu agar tak berontak. Mereka tak mau berhenti bergumam merdu bahkan berteriak namamu.
 
Ajaklah keberanda, jelaskan untukku agar tak lagi ia memaki jarak. hingga aku datang dan rindu dapat kembali kau sangkarkan.
 
Sudah hampir malam. jika saja aku bisa melipat jarak, rinduku tak perlu terkantuk kantuk, menunggu nunggu tuan datang mengetuk.
 
Sejenak lipat ia dengan rapih disudut ranjang. mimpi akan menolongmu mengurung rindu, meski nanti akan kembali di usik oleh pagi.


Memenjarakan rindu sesaat? Ahh.. malam pasti mengutukku untuk melawan pejam. Menertawakanku digelitiki rindu kejam.
 
Nona, denganmu aku kehabisan rima, belum tuntas aku membungkam rindu, kini aku berhadapan riuh kata manjamu. Kau pemilik bibir manis, inginku beranjak, mengumpukan anak-anak rindu keberanda. Menyaksikanku menyicip manis dari tuannya. 

Semua tentangmu datang serupa hujan deras. Memanggil rindu yang menanti dengan cemas. Untuk indahmu sajakku lahir tanpa batas.

Hingga aku, membiarkanmu tersiksa rindu. Menungguku membawa sejengkal madu, yang kau sambut untuk kita hirup di balik selimut.

 ***

* Ditulis bersama Arina Putri (@aquarinaa) "dalam sajak jingga"

Sabtu, 10 Mei 2014

Perempuan Tusuk Gigi

Aku menyebutnya sebagai perempuan tusuk gigi.
Mungil, ramping, dan berkulit kuning.

Dalam kesederhanaan, Dia adalah perempuan berotak tajam dan runcing.
Begitu juga dengan kata-katanya.

Kuberi tahu. Jika tidak hati-hati, ia bisa menusukmu.
Membuat hatimu terluka dan berdarah-darah.

Minggu, 04 Mei 2014

Lullaby #2 (Terhujam Rindu)


Lullaby bernyanyi di atas kepala, setelah malam akan habis dikunyah fajar tak bersisa.

Kau senang berjalan di setapak ingatan. Melangkah ringan dan menaruh senyum di setiap pijakan.

Kepalaku adalah ruang kelas. 
Kau adalah krucil yang mencoreti meja, dinding dan lantainya dengan namamu sendiri tanpa sela.

Matamu adalah sebaik baiknya perayaan, perkawinan jingga dengan keindahan. 

Jumat, 25 April 2014

Manuskrip Hujan


I. Sore ini

Aku sedang belajar ikhlas,
membiarkan hujan menghujamkan rindu
sementara kau tak sedang bersamaku

Sayang,
ia tidak pernah datang sendiri
ia mengembun pada kaca jendela
membentuk bayang wajahmu
menyusun rindu-rindu sederhana

Maka ketahuilah, bahwa pada engkau yang bertamu dalam setiap hujan,
aku selalu merindukan–bukan bumi nan aroma atau pun pelangi sesudahnya

Senin, 21 April 2014

Aku, dan Perempuan Kecil (Prosa Rasa)



“Sudah bisa melupakannya, Lim?” tanya Hana.

Tubuhku menegang.

“Kamu itu ngomong apa, Han?” kataku sambil tersenyum.

Aku mengambil beberapa kentang goreng, lalu memasukkannya sekaligus ke dalam mulut.

Tapi ada gemuruh di dadaku. Mataku menolak untuk memandang wajahnya. Pandanganku liar menatap lalu-lalang manusia dengan beraneka ragam busana. Mereka nampak asik menikmati liburannya, dengan keluarga, teman, dan juga pasangan. Sesekali gemuruh obrolan dan canda mereka terdengar olehku. Namun saat ini hanya ada hanya suara mendenging keras memekak telinga.

Selasa, 15 April 2014

Apalagi yang belum engkau retak-karam-kan? (Kencan Kutukan)

Sampanku sudah tertambat sendirian pada maghrib terjelang. Ada bekas jejak kaki berlumpur di pinggiran danau tadi petang. Tak biasanya. Aku mencari, lalu seorang kamu muncul dari balik bayang-bayang pohon yang terlempar ke pelataran. Cinta, jatuh aku. Berawal dari “Hallo” sederhana, kita bercerita.  
Kubersihkan kakimu dan kita berjalan lama. Kamu ikatkan tali pada sampanku dengan eratnya. Kamu, ego, aku. 

"Kita tak bisa hanya berlayar dengan sampan.", katamu berdiri dan kembali ke daratan.

Jika kamu butuh kapal untuk kita berkidung dalam aman, aku upayakan. Namun jika bahtera megah hanya agar kamu tak malu mengarunginya, aku berserah.

Kamis, 10 April 2014

Perempuan Yang Memporak Porandakan Pagi

Mungkin, aku adalah salah satu manusia yang statis di dunia ini. Menjalani hidup dalam tempo serupa, tanpa berusaha mempercepat atau terlambat. Sedang-sedang saja.

Bangun pagi, mandi, sarapan, dan berkemas. Semua kulakukan dalam ritme yang sama. Tidak naik atau turun. Termasuk bekerja, bergaul, meluangkan waktu dengan teman dan keluarga. Semua kulakukan sesuai dengan porsinya. Tidak kurang. Tidak lebih. 

Stabil.

Entah apa konspirasi semesta. Pagi ini aku tiba di kantor lima menit lebih awal dari biasanya. Aku duduk di lobi depan setelah absen fingeer di tempat yang sama. Tiba-tiba datang seorang perempuan yang telah aku kenal. Dia di devisi administrasi di kantor ini. Parasnya membuat hidupku terasa tidak statis. Setiap gerak-geriknya membuat denyut jantungku melonjak tinggi, lalu jatuh ke bumi.

Selasa, 08 April 2014

Rindu Rintikan Hujan (Ayah)

Aku duduk di balkon depan pintu kamar. Tertawa geli meihat anak-anak kecil yang kakinya tak beralas. Berlari, berkejaran, saling melempar air. 

Tak hanya air, lumpur pun ikut mereka lempar. Hingga satu diantara mereka menangis, lalu saling menyalahkan.

Langit memerah. Adzan Maghrib berkumandang. Persatu mereka pun menghilang.

Aku mengalihkan pandang dari senja. Gelas berisi teh sudah kehilangan kepulan asapnya. Tapi ujung jariku masih bisa merasakan hangatnya. Hangat itu menyusup hingga jantungku. 

Jumat, 04 April 2014

Wahai Pemilik Semesta, Apa sih mauMu??


Kota ini dipeluk cuaca panas.
Disuatu sudut kota seorang penjual es cendol nanar menatap keramaian didepannya. Seorang perempuan separuh baya yang pastinya menambah penghasilan suami, atau memang dia berkerja sendiri? Entahlah.

"Bu.. beli es krim dong!" Anak kecil itu merajuk pada ibunya, meminta dibelikan es krim.

Sementara sang ibu tampak mengkerutkan keningnya dan membuka dompet lusuhnya. Mencoba mencari apakah ada uang yang tersisa disana.

Kamis, 03 April 2014

Perempuan Penelan Rasa



Melihatnya termenung menatap nanar membuatku bertanya-tanya.
"Apa yang dilakukan setiap hari di taman dengan kolam dan pohon berdaun lebat dan menjulang ke langit?"

"Wanita tercintaku malam itu berjalan dalam tidurnya. Berdiri di bawah pohon ini dan melesat menghilang. Aku disini menunggunya pulang karena dia pasti sedang tersesat. Aku menantinya dengan cahaya hangat di ujung jemari yang akan memungut rindu di jalan kembali menuju pulang."

aahh,
Ada kilauan bening di pipinya.

Jumat, 28 Maret 2014

Mencaci Ruang Kosong

MERANCU! (kerinduan, emosi, kegelisahan, kesendirian)

Beberapa malam yang lalu, aku bersembunyi dalam sebuah ruangan di lipatan-lipatan ingatanku sendiri. Karena tidak suka hiruk-pikuk, aku ingin bersembunyi dari hawa nafsu. Semua keburukan dari semesta. 

Di ruangan itu aku merancu dengan sendiriku kala terpesona pada keheningannya yang berteriak seperti darah dan perisai, Dinding rungan itu abstrak. Ada neraka, ada surga, ada juga diantaranya. Bukan dengan maksud  membisikkan “Gumaman Mistis”, hanya mencoba memanuskribkan apa yang tak nampak di pikiran. Merasuk dan melepuhkan kata segar. Hingga hilang sebuah jalan yang tak membaca arah kembali pulang.

Rabu, 19 Maret 2014

Merindu Pagi #4

Kue Tawar dan Secangkir Teh


"Nessa, Kamu tau kenapa embun datang setiap pagi?"

Aku menoleh, menunggu jawaban sembari menikmati lekukan bibir tipisnya. Nessa masih menggenggam cangkir teh hangat dengan kedua tangannya. Tampak memandangi sekitar, memandangi udara yang masih berkabut. Mulutnya mengerucut, dahinya mengkerut. 

"Emmm,..." Gumannya.

"Aku sudah lama menunggu jawabanmu atas perasaanku. Jangan kamu tambah lagi menunggu atas pertanyaan sederhana ini." Godaku.

Nessa tergelak. Rona merah mulai merayap di pipinya, menghimpit bibir manis yang dalam diam sedari tadi menggodaku. Setelah puas memukul-mukul lenganku, ia menyesap teh yang tak lagi hangat. Lalu menekuk kaki dan memeluk keduanya.

Kamis, 06 Maret 2014

Merindu Pagi #3

Cincin Untuk Nessa

"Selamat pagi mbak, Pak Iqbal apa sudah datang? Saya ada janji ketemu beliau pagi ini." Tanya saya pada receptionist di kantor pajak.

"Maaf Bapak, beliau belum hadir. Kalau tidak keberatan, silahkan tunggu di kursi depan." Jawab Receptionist itu dengan sopan.

Sembari menungu, aku putar salah satu playlist di ponselku. Pandanganku tersapu pada sudut-sudut ruangan. "Memang masih sepi." Gumanku dalam hati. Disekitarku hanya nampak beberapa officeboy membersihkan lantai dan jendela.

Aku sudah cukup akrab dengan Iqbal, selain untuk urusan pekerjaan, kami juga sering bertemu hanya untuk sekedar ngobrol, berbagi, nonton, atau bisnis lain di luar pekerjaan. Tak jarang Nessa ikut bersama kami.

Nessa! Iya Nessa. Perempuan yang sangat aku kagumi secara fisik, sikap dan segenap kepribadian yang melekat didalamnya. Nessa juga yang mengenalkanku pada Iqbal yang tak lain adalah calon tunangannya. Saat aku tau cincin yang ia kenakan ketika kita bertemu di caffe. Semenjak saat itu, aku urungkan untuk mendekati Nessa, tapi hati ini begitu liar dan nakal. Kita dapat dengan mudah memerintah otak, tp tidak dengan hati. Semacam Autopilot yg menyabotase pesawat Axion pada kartun Wall-E, atau Viki yang membangkan dari hukum i-robot. Entahlah!

Rabu, 05 Maret 2014

Lisa (Ingin Bangun Pagi)


“Ma, Lisa udah gak sabar nunggu besok. Mama jangan lupa bangunin Lisa jam 5 pagi!” 

Lisa memeluk erat Mama sambil terpejam dan senyum yang tertahan, membayangkan suasana kelas barunya besok.

”Kamu pasang aja jam weker biar gak terlambat.” Mama membelai lembut kepala anak semata wayangnya yang baru berusia 5 tahun

“Kalau Lisa ketiduran, kan wekernya gak kedengeran ??” Rengek Lisa.

“Masih ada mama yang akan membangunkanmu, sekarang bobo ya!” Mama menenangkan.

“Mama besok pasti bangun pagi kan?” Lisa makin merancu.

”Iya dong, Mama pasti bangun lebih dulu.” Masih dengan sabar Mama menjelaskan.

Setelah merapikan selimut Lisa, Mama beranjak pergi keluar kamar. Lisa memandang Mama yang berjalan mendekati pintu, tiba-tiba dia berteriak,

”MAMAAAA..!!!!! Tapi kalau mama meninggal waktu tidur.. Siapa yang bangunin Lisa..??”


LISA..!!!

Selasa, 25 Februari 2014

Akhir Cinta Diam-diam

Pukul lima pagi.

Lelaki itu memang selalu datang sepagi ini. Setelah meletakkan tas ransel, ia berjalan di lorong bangsal sambil menggenggam stetoskop hitam. Di depan pasien, ia tak pernah kehilangan senyumnya yang cerah, membuat matahari merasa tersinggung karena sinarnya terkalahkan.

Satu jam berlalu. Akhirnya lelaki itu selesai memeriksa semua pasien dan berjalan ke arahku. Ke meja di depanku, tepatnya. Ia menggeser tumpukan status pasien ke hadapannya dan mulai menulis instruksi baru di dalamnya.

Sabtu, 22 Februari 2014

Lullaby "sajak rindu, tersebar di halaman waktu"


Masihkah kau menikmati senja? tak sadarkah kau itu indah? hingga terjebak dalam bayangmu sendiri. Nona, sudah saatnya ak mengmbil cahaya.

Senja telah mengutukku dengan lantang. Jingganya tak hilang, meski kusapukan di pipiku setiap petang. Siap jatuh cinta, tuan?

Senja takkan marah keindahannya di usik kehadiran purnama. Seperti rusukku yang semakin indah dengan hadirnya engkau, Nona. 

Jika begitu di dadamu aku tinggal. Siap kuhujam rindu tanpa sela? Mereka akan selalu berjejal minta segera kau sapa.

Tak perlu engkau berpayah menghujamkan rindu. Semesta takkan diam membiarkan waktu membungkus ragu.

Sabtu, 15 Februari 2014

Rindu Secangkir Senyum

Tampak Nina duduk termangu di bangku ujung taman. Menyaksikan segerombolan anak berlari-larian dengan sangat riang. Sesaat kemudian seorang lelaki datang menghampiri. Dipegangnya Cup coklat dingin di kedua tangannya.

"Kelamaan nunggunya?" Sapa lelaki itu sembari memberikan satu Cup coklat di tangan kanannya.

"Ooh, Enggak kok." Jawab Nina singkat sambil menerima coklat.

Nina terpana menyaksikan senyum lelaki di depannya.

Senin, 10 Februari 2014

Merindu Pagi #2


Kehilangan Nyala Api


Aku mendapati pagiku dengan gembira. Betapa tidak, perempuan cantik dalam imaginasiku sudah tak lagi hadir dalam mimpi. Bahkan sesederhana senyumnya sekalipun tak lagi bisa kuingat.
Nessa, iya. Nessa telah merubah semuanya. Dengan santun dia mengusir semua perempuan cantik dalam mimpiku. Memberi aku kesempatan untuk menikmati perempuan cantik yang sebenarnya.

Hari ini aku berniat menemuinya, sekedar duduk minum dan ngobrol. Tidak seperti pertemuan pertama yang entah mengapa, ada semacam nyala api yang menjulang diatas tumpuan lilin lidi dan sumbu kecilnya.

Kamis, 06 Februari 2014

Puan (tertinggal jingga)


Puan, begitu aku memanggil senyum itu
memanggul beban perjalanan di hirukpikuk kota
sibuk memanen kata menjadi doa

Puan, begitu aku memanggil gigil jam
pelan bergerak menuju barak persinggahan
hinga tiktaknya terasa bergetar
dan berpendar menjadi kesadaran

Puan, dalam gigil kudengar suara memanggilmu
bukan tersebab issue aku mengusap keringat dengan tissue
bukan lantaran purnama tersangkut di ranting cemara
hingga angin bersijingkat dalam senyap, menyergap

Puan, senja sudah pulang kandang
cakranya pun tak lagi melintang
tak ada repih jingganya yang sempat ku bawa pulang

Puan, dengarkah jingga memanggil senja
berbaring manja di tepian purnama
dan memanggul selaksa doa.


Mohon maaf jika ada kesamaan tokoh dalam gambar. :D

Menggores Tergores (dering telpon)


"Mas, bangun mas! Ada telpon dari kantor." Suara istriku membangunkanku.

"Iya, Trus kamu bilang apa?" tanyaku sembari berusaha membuka mata.

"Gak bilang apa-apa, tapi nanti mas diminta telpon balik." lanjut istriku.

Kulangkahkan kaki ke kamar mandi, membersihkan mukaku dan buang air kecil. Tak lama, aku telah berada diruang depan dengan manghadap map daftar nasabah dan telpon tentunya.

Bakalan diomelin nih. Pekikku dalam hati.
Jadi pekerja freeland memang seperti ini, gak kerja gak dapat uang.
Dengan setengah hati, mulai kutelpon atasanku.

Senin, 03 Februari 2014

Jamuan Istimewa

“Kamu sudah memaafkanku, Bim?”

Aku terdiam di depan pintu rumahnya. Masih menyembunyikan kedua tangan di saku celana, dan memilih untuk tidak menyambut jabat tangannya. 

Aku mematung, memandangi wajahnya yang polos tanpa riasan. Cantik. Seperti biasa. Senyumnya menawan. Seperti biasa. Melihatnya hidup dan berbahagia seakan tidak ada apa-apa seperti itu membuat hatiku perih bagai tersayat. Seperti biasa.

“Boleh masuk?” tanyaku. Dan aku menerobos masuk ke rumahnya, tanpa menunggu Aira menjawab pertanyaanku.

“Sepi. Pada ke mana?” tanyaku.

“Keluar kota. Jadi, kamu sudah memaafkanku?” tanyanya lagi.

Kubiarkan punggungku saja yang meladeni pertanyaannya.

Jumat, 31 Januari 2014

Merindu Pagi #1

Hujan dan Perempuan Dalam Kamar

“Kak kak.. bangun kak..”

“katanya mau ngurusin pajak?” Terdengar nyaring suara adik perempuanku dari balik pintu.

“iyaa” jawabku singkat. Sesaat aku mencari ponselku di ujung ranjang, bukan membaca pesan yang ada, aku hanya ingin memastikan ini jam berapa.

Aku bangkit dan menggerakkan kepalaku. Berat sekali, aku masih sempat terbayang kejadian semalam, perempuan dalam mimpiku sangat pandai mempermainkan kemaluanku. Setiap jengkal sentuhannya membuatku tak bisa merasakan kalo aku sedang bermimpi. Keindahan paras yang tak bisa aku ingat secara jelas meskipun baru beberapa menit aku terbangun. Seolah aku menemukan surga di dalam mimpiku, mendengar lantunan bisiknya yang membuat aku lemas. Hingga dansa kami di atas pembaringan berakhir pada saat musik indah di gantikan suara hujan di luar sana..

Aahh sial!

Kamis, 30 Januari 2014

imajinasi: perempuan seksi dan alat vital saya

perempuan seperti apa yang seksi menurut kamu? semoga saya adalah pria terakhir yang disodori pertanyaan semacam itu oleh pacar sendiri. saya tidak mau mendengar ada pria lain berbohong menggunakan kalimat klise untuk menjawab pertanyaan seperti itu.

Senin, 27 Januari 2014

Tak Ingin Hilang Rasa

Rabb, ribuan terima kasih mungkin tak cukup untuk mengutarakan betapa bahagianya hamba. Sungguh, pertolongan-Mu ada di saat-saat yang tepat. Sungguh, dengan mengingat Nama-Mu hati akan tentram. Sungguh, tak ada nikmat yang bisa aku dustakan.
Sepintas, aku dan yang lain tak ada perbedaan, aku lengkap dengan kelima pancaindra dan senantiasa diberi kecukupan. Kadang, mereka beranggapan aku ini hebat. Oh, sesungguhnya tidak! Aku adalah makhluk paling lemah dari dalam. Yang membuatku tegar dan bertahan selama ini adalah pertolongan-Mu yang maha dahsyat.

Jumat, 17 Januari 2014

Celoteh Perempuan (kumpulan fiksi mini imajinasi liar)

*kecewa
Apapun yang aku lakukan hasilnya selalu meleset jauh. Nasibku. Karirku. Jodohku. Begitu juga rejekiku. Ini pasti sebelum aku dilahirkan tuhan tidak melatih aku jadi pembidik jitu.


*OMB (orang miskin baru)

aku rindu duduk di sofa empuk | bukan di atas tumpukan bantal

aku rindu tidur di kasur spring bed | bukan terlentang di hambal tipis

Sabtu, 11 Januari 2014

Sebuah Tarian Lama (merayumu)

Gila..!!!
Mungkin itu yang mereka pikirkan ketika perenpuan itu tiba tiba aku, menghampiri waktunya.
Seperti meteor yang melesat menghujam bumi, menimbulkan ledakan sensasi gairah disekujur tubuh. Memporakporandakan benteng sepimu. Bak supersonic yg secepat kilat menabrakmu. Membuatmu terhenyak dalam diam. Hingga dalam benak tak dapat menampung kepingan kepingan mimpimu lagi.

Selasa, 07 Januari 2014

Rancuan Anak Teknik Sipil #tidakrasional

Seandainnya perasaan dan tujuan masing masing bisa di sejajarkan dengan Waterpas dan kompas.

Seandainya jodoh bisa ditemukan semudah mencari titik koordinat pada GPS.

Jumat, 03 Januari 2014

Bukan untuk Surga

Lucu melihatmu membelit-belitkan bermeter kain itu ditubuh sintalmu. Belumkah engkau mengetahuinya? lembran kain untuk menjagamu, bukan memperindahmu. Ingin terlihat menarik dan baik dengan beraneka warna dan gaya? Memang, tapi jangan memaksaku untuk menertawakan ini.

Kamis, 02 Januari 2014

Kamar Perempuan (leguhan pulang kerja)

Dentuman sepatu hak tinggi yang sering engkau pakai, mengusik ketenangan semut yang tengah bercengkrama di sudut lantai. Entah melakukan ritualnya, atau menikmati makanan hasil curiannya..

Bisakah engkau melepas sepatu itu? sungguh menyakitkan, Kau menyiksa kakimu demi keinginan otakmu agar terlihat cantik..
Tunggu, apakah kaki berperan pada kecantikan?? Entahlah..

Rabu, 01 Januari 2014

Rindu Tolol..!!!


Rindu mengetuk pintu mataku, memaksanya terbuka di pagi buta. Yang menyebut cinta itu buta, mungkin belum pernah merasakan rindu yang tidak tahu waktu seperti ini.

“bangun tolol, katanya rindu.”

Setengah terbuka, mataku bekerja sama dengan tangan; menjelajah ranjang demi sebuah ponsel. Apalah, demi menemukannya aku gengsi menghidupkan lampu. Toh, aku menemukannya pula.