Jumat, 28 Maret 2014

Mencaci Ruang Kosong

MERANCU! (kerinduan, emosi, kegelisahan, kesendirian)

Beberapa malam yang lalu, aku bersembunyi dalam sebuah ruangan di lipatan-lipatan ingatanku sendiri. Karena tidak suka hiruk-pikuk, aku ingin bersembunyi dari hawa nafsu. Semua keburukan dari semesta. 

Di ruangan itu aku merancu dengan sendiriku kala terpesona pada keheningannya yang berteriak seperti darah dan perisai, Dinding rungan itu abstrak. Ada neraka, ada surga, ada juga diantaranya. Bukan dengan maksud  membisikkan “Gumaman Mistis”, hanya mencoba memanuskribkan apa yang tak nampak di pikiran. Merasuk dan melepuhkan kata segar. Hingga hilang sebuah jalan yang tak membaca arah kembali pulang.

Lalu kupandangi kembali isi ruangan itu. Menikmati semua dekorasinya. Warna putih bersih dengan instrumen coklat pada daun pintu. Kembali kunikmati badai besar yang terbang mebawa huruf-huruf dan mantra-mantra dari surga cosmo politan. Tentang kerinduan yang gemetar tentang kejujuran yang telanjang, tentang hidup yang tidak bisa diartikulasikan tentang kerut-kerut bumi, tentang ini dan itu. Sampai tiba-tiba “Lima Belas” bayangan “Manusia Udara” datang mencekikku lalu mencerahkanku soal “Rasionalisme” dari setumpuk “Muntahan Sisa-sisa Semangat” sampai akhirnya aku harus berteriak nyaris tanpa suara: hei... “Persetan Denganmu” dan akhirnya mereka lenyap bersama awan malam sebelum dunia terbakar di angin.

Sudah dua jam lebih aku di ruangan itu, sudah berbatang-batang rokok kuhabiskan, sampai-sampai ruangan itu menjadi bau kemenyan. Akhirnya kuputuskan saja untuk diam-diam pergi sebelum aku bertemu dengan rasionalku yang kurasakan selalu mengintai dari satu sudut di ruangan itu dan lalu akan tiba-tiba berteriak: "Saya selalu yang Liar mengejutkan".

Dan lalu aku kembali ke duniaku, dunia tak berujung. Dunia empat dimensi permainan. Mulai, menuntaskan sebuah janji untuk mengajar "Kemapanan yang dipaksakan". Mencoba membuka jalan yang telah lama kehilangan arah sama sekali dengan debu dan asap kendaraan yang mengikis.

Dan ternyata bulan meledak di beranda kota saat beberapa malam yang lalu aku bersembunyi dalam sebuah ruangan di lipatan-lipatan kesendirian.

* Ditulis 24 Maret 2014 | 01.30am.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar