Pukul lima pagi.
Lelaki itu memang selalu datang sepagi ini. Setelah meletakkan tas
ransel, ia berjalan di lorong bangsal sambil menggenggam stetoskop
hitam. Di depan pasien, ia tak pernah kehilangan senyumnya yang cerah,
membuat matahari merasa tersinggung karena sinarnya terkalahkan.
Satu jam berlalu. Akhirnya lelaki itu selesai memeriksa semua pasien
dan berjalan ke arahku. Ke meja di depanku, tepatnya. Ia menggeser
tumpukan status pasien ke hadapannya dan mulai menulis instruksi baru di
dalamnya.