Kamis, 06 Februari 2014

Menggores Tergores (dering telpon)


"Mas, bangun mas! Ada telpon dari kantor." Suara istriku membangunkanku.

"Iya, Trus kamu bilang apa?" tanyaku sembari berusaha membuka mata.

"Gak bilang apa-apa, tapi nanti mas diminta telpon balik." lanjut istriku.

Kulangkahkan kaki ke kamar mandi, membersihkan mukaku dan buang air kecil. Tak lama, aku telah berada diruang depan dengan manghadap map daftar nasabah dan telpon tentunya.

Bakalan diomelin nih. Pekikku dalam hati.
Jadi pekerja freeland memang seperti ini, gak kerja gak dapat uang.
Dengan setengah hati, mulai kutelpon atasanku.

***

"Kamu pecus gak ngurus nasabah? kalo gak bisa, biar orang lain saja yang mengerjakan!" Itu suara liar di balik gagang telpon yang aku genggam.

Ya, memang semenjak kenaikan BBM banyak sekali nasabah yang menunggak membayar tagihan kartu kredit mereka. Semacam pinjaman tanpa jaminan aja nih, mereka asal pakai tanpa mikir tagihan. Kalo gak bisa bayar, gak usah pake kartu kredit. Tapi kalo gak ada yang pake, trus aku kerja apa?

***

“Jangan mencla menclo kalau janji, bayar sekarang! Saya tidak mau tahu lagi!” Bentakku tanpa sadar memelototi gagang telpon.

”Apaaaa..?? Belum punya uang? usahakan dong! Jangan seenak udel sendiri, memang Bank ini punya nenek moyang bapak!” Aku semakin menaikkan nada suaraku.

“Baik, saya tunggu besok pagi! Bapak sudah terlambat sebulan belum membayar tagihan kartu kredit. Tolong diperhatikan!” Aku menutup telpon dengan cepat, entah sudah keberapa kalinya hari ini aku marah-marah ke nasabah.

***

Di malam harinya, ketika hujan turun dengan lebat, dan cuaca sangat dingin. Aku duduk di sofa usang sambil mennton tv. Isriku datang sambil membawa singkong goreng dan teh hangat.

”Mas, tadi sore pemilik kontrakan telpon, trus ngomel-ngomel gak karuan. Uang kontrak tiga bulan harus segera dilunasi. Kalau tidak dibayar sampai besuk lusa, kita disuruh pindah saja mas.” Istriku menatapku sambil mengusap airmatanya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar