Jumat, 15 Mei 2015

Berbagi Dalam Remang

Aku memutuskan berjuang kembali, sebab konyol sekali jika hanya karena urusan hati aku menyesal sampai mati.

Bangkit meski kini hati tak utuh seperti dulu lagi.

Kita berdua juga sama-sama pejuang yang berhasil mengalahkan hati sendiri.

Aku yakin, kau bukan lagi gadis kecil yang merengek minta diantar pulang. Kini, kau lebih ingin kita berbaring sembari berbagi dalam remang.

Buat apa aku antar jemput jika pada akhirnya kita harus terpisah di dua kamar berbeda? Padahal, usap dan pendampingankulah yang membuatmu merasa kembali punya daya.

Bagiku, juga akan berlaku hukum yang sama, celoteh ceriwismu membuatku lebih terjaga, demi merampungkan pekerjaan yang masih terbawa.

Buatku, tak ada yang lebih indah dari bisa pulang ke rumah yang sama. Mengakhiri hari lelah berdua, saling mengusap bahu dan punggung yang pegal sebab tegak terlalu lama. Kita akan menggelar kencan mesra di atas satu bantal yang sama.

Kepalamu merapat ke leherku, sejenak meletakkan beban yang terlampau berat di situ. Tanganku merengkuh lingkar perutmu, kau relakan dirimu jadi tanah liat dalam usilnya jemariku.

Kita dipertemukan tak hanya untuk melebur mimpi dan cair tubuh jadi satu. Ada tanggung jawab demi membangun peradaban baru. Membentuknya lewat arahanku, kemudian membesarkannya lewat tanganmu.

Akulah yang akan menggenggam tangan saat perutmu mulai membesar. Aku yang pertama kau bangunkan setiap makhluk kecil itu mulai menendang.

Dalam malam-malam penuh tendangan, tak ada yang lebih ingin kau bangunkan. Selain diriku, pria yang membawamu ikut serta dalam upayanya membangun masa depan. Sosok yang dengan bangga kau kenalkan sebagai Ayah dari anak-anak yang kelak kau lahirkan.

Kuminta, bersabarlah. Aku telah bekerja lebih keras. Bukan cuma soal mengisi tabungan, tapi juga mempersiapkan diri untuk jadi panutan.

Sebab kelak, ada nyawa-nyawa baru yang akan menjadikan idola pertama dalam kehidupan. Dan kita akan membangun Madrasah kecil disana.

Karna, ingin kumasuki kehidupanmu dengan peran yang membuat senyum mengembang.

Akan kuabdikan diriku, berjuang dengan keringat dan darahku untuk memuliakanmu.

Aku harap kau pun begitu, memberikan seluruh kesetiaanmu, menyerahkan akses ke semua lekuk tubuhmu — agar aku bisa membuatmu menjadi seseorang yang dipanggil, “Ibu.”

Oleh anak yang lahir dari rahimmu.

Dengan benihku.



Surabaya, 15 - 05 - 15

4 komentar:

  1. Ah ini tulisannya bagus, cerita tentang membikin anak ya haha

    BalasHapus
  2. Hahaha iyaaa.. membikin anak dan segala sesuatu tentengnya.. :D

    BalasHapus
  3. bagus tulisanya....mari berkarya lewat kata2

    BalasHapus
  4. bagus tulisanya....mari berkarya lewat kata2

    BalasHapus