Senin, 21 April 2014

Aku, dan Perempuan Kecil (Prosa Rasa)



“Sudah bisa melupakannya, Lim?” tanya Hana.

Tubuhku menegang.

“Kamu itu ngomong apa, Han?” kataku sambil tersenyum.

Aku mengambil beberapa kentang goreng, lalu memasukkannya sekaligus ke dalam mulut.

Tapi ada gemuruh di dadaku. Mataku menolak untuk memandang wajahnya. Pandanganku liar menatap lalu-lalang manusia dengan beraneka ragam busana. Mereka nampak asik menikmati liburannya, dengan keluarga, teman, dan juga pasangan. Sesekali gemuruh obrolan dan canda mereka terdengar olehku. Namun saat ini hanya ada hanya suara mendenging keras memekak telinga.


Sekelibat bayangan wanita datang di pikiranku. Wanita yang pernah menjadi aktris utama di hatiku. Wanita penuh semangat yang ritme cintanya tidak bisa kutandingi. Ia melesat bagai petir, menyambar apa saja. Sedangkan aku hanyalah seonggok kayu basah yang belajar bagaimana caranya mengurai bara cinta dan rindu. 

"Aku sudah berulangkali berdekatan dengan perempuan han, dan perasaan memang gak bisa dipaksakan." Kilahku.

 “Atau… kamu belum bisa memaafkan diri sendiri?”

Kerongkonganku tercekat, seperti ada segumpal kentang yang tersendat di sana.

Benar! Aku belum bisa memaafkan diri sendiri yang hanya tahu bekerja, makan dan tidur. Tapi tidak belajar meluweskan diri dengan hal-hal yang berhubungan dengan rasa. Sikapku yang seperti gunung es membentuk satu jurang di antara aku dan wanitaku dulu. Dan akhirnya, kami dipisahkan semesta. Ia pergi. Mencari hati yang lebih panas dan merona.

Melupakannya, mungkin bisa aku lalui. Tapi memaafkan diri sendiri, aku belum bisa. Ketakutanku bertambah parah. Sifatku yang kaku akan merusak jalinan yang lain. Amarah pernah hilang, tapi ia terlalu sering datang lagi. Hatiku tidak lagi merah. Hatiku dingin, menyisakan lemontea yang terasa pahit di dasar. Dan aku tidak tahu bagaimana caranya memaniskannya lagi.

Selama ini, Perempuan kecil ini hanya menerima diamku dalam setiap sapa yang konyol. Seakan berusaha memahami tanpa pernah Memprosakan rasa satu sama lain. Tapi hari ini, akhirnya aku sampaikan juga. Seakan ada jari-jari yang menuliskan sesuatu di kepalaku. Sebuah takdir baru. Akhirnya kuluapkan segala kegundahanku yang terendap sekian lama. Ketakutan yang merajai rasa seperti sarang laba-laba.

Ada jeda di antara percakapan kami. Perempuan kecil menunduk, memainkan gelas Lemontea dan mencari kepingan es batu untuk dia kunyah. Kakinya berayun-ayun ringan. Lalu kepalanya menengadah, bibirnya tersenyum, lalu ia memandangku.

"Terus?" 

Pertanyaan yang membuat aku semakin gugup.

Aku menoleh, memandanginya, kutemukan wajahnya yang sumringah. Dia begitu cantik hari ini. Parasnya kontras sekali dengan jingga dan warna lain yang bertebaran di antara riuhnya ruang.

“Tidak usah terburu-buru, Lim! Pemilik Semesta tahu kapan saatnya hatimu siap untuk melupakan, memaafkan, dan mulai mencintai lagi. Tidak akan ada terlalu cepat atau terlalu lambat. Semua akan pas pada masanya,” Kata Hana.

Berbulan-bulan aku bertanya, bagaimana caranya mengungkap rasa yang hangat. Tapi detik ini, aku tidak perlu berpikir lagi. 

Perempuan kecil di sampingku sudah cukup hangat untuk kami berdua.

Perempuanku hari ini, seperti kubangan Lemontea manis yang melarutkan kepingan dingin asaku dalam cinta dan rindunya. dia tidak memintaku membara. Dia ingin membagi hangatnya.

Perempuanku hari ini, indah sekali.

Ya.. Hanya hari ini...


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar