Kamis, 03 April 2014

Perempuan Penelan Rasa



Melihatnya termenung menatap nanar membuatku bertanya-tanya.
"Apa yang dilakukan setiap hari di taman dengan kolam dan pohon berdaun lebat dan menjulang ke langit?"

"Wanita tercintaku malam itu berjalan dalam tidurnya. Berdiri di bawah pohon ini dan melesat menghilang. Aku disini menunggunya pulang karena dia pasti sedang tersesat. Aku menantinya dengan cahaya hangat di ujung jemari yang akan memungut rindu di jalan kembali menuju pulang."

aahh,
Ada kilauan bening di pipinya.

Itu setahun yang lalu. Pagi ini aku melalui jalan yang sama dan tetap melihatnya, masih duduk termenung di bawah pohon berdaun lebat, masih menatap nanar dengan mulut keriputnya komat kamit entah apa. Kini perempuan itu bertambah lesu dan tampak lemah dengan muka sepucat mayat. Seperti tidak ada rona merah darah kehidupan.

Hingga rumput liar semakin meninggi.
Ada selubung sarang labalaba disekitar tubuh ringkihnya.
Ada tumpukkan daun busuk dihamparan kakinya.

"Biarkan saja dia disana menelan rasa sampai malaikat kematian mulai menawar waktunya." Bisik angin di telingaku.
"Dia lebih nyaman ketika mendapatkan banyak tatapan penuh kasihan." Bisik serangga hitam mungil sambil meliukkan sayapnya dengan genit.

"Dia selalu beranggapan tidak ada yang mau mengerti dirinya." Bisik kembali serangga itu.

"Jangan buang waktumu hanya untuk menasehatinya karena dia tidak mendengar." Bisik angin yang menerpa sedikit kencang.

"Telinganya sudah tuli. Hatinya sudah membatu." bisik rumput liar dengan gemas tak mau kalah.

Perempuan itu mulai menggerakkan tangan dengan lemah, seolah mengusir semua imaginasi yang berontak dari jiwanya.

Kemudian dia melangkah dengan meninggalkan seulas senyum kepada pohon berdaun lebat yang menjulang ke langit.

"Tidak salah jika perlahan alam tidak memihakmu. Sementara di dalam tubuhmu yang sempurna tidak dapat menghargai kesempurnaan alam."


"Aku harap untuk melihatmu nanti. Dan kau sudah menempuh apa yang telah kau yakini sekarang, dan kuharap kau benar-benar tidak menyesali keyakinanmu itu."

2 komentar: