I. Sore ini
Aku sedang belajar ikhlas,
membiarkan hujan menghujamkan rindu
sementara kau tak sedang bersamaku
membiarkan hujan menghujamkan rindu
sementara kau tak sedang bersamaku
Sayang,
ia tidak pernah datang sendiri
ia mengembun pada kaca jendela
membentuk bayang wajahmu
menyusun rindu-rindu sederhana
ia tidak pernah datang sendiri
ia mengembun pada kaca jendela
membentuk bayang wajahmu
menyusun rindu-rindu sederhana
Maka ketahuilah, bahwa pada engkau yang bertamu dalam setiap hujan,
aku selalu merindukan–bukan bumi nan aroma atau pun pelangi sesudahnya
aku selalu merindukan–bukan bumi nan aroma atau pun pelangi sesudahnya
II. Mendung
Kutantang ia sembari menunggu kedatanganmu
sebab pelukmu perapian, penghangat di kala hujan
Kutantang ia sembari menunggu kedatanganmu
sebab pelukmu perapian, penghangat di kala hujan
Ia datang sendirian, sementara hujan datang keroyokan
aku, babak belur dihajar kenangan
aku, babak belur dihajar kenangan
Kepergianmu menyusun mendung di mataku,
melahirkan hujan di kemudian waktu
melahirkan hujan di kemudian waktu
Sesungguhnya mendung hanya prelude
dari orkestra sunyi—perayaan kehilangan; hujan
dari orkestra sunyi—perayaan kehilangan; hujan
Menengadah aku, memandang abu-abu
ingin kutarik kelambu yang menahan air mata kelabu
dan seketika aku ingin jadi bumi, bagi setiap air mata
serta tiap jatuhmu yang dipaksa gravitasi
ingin kutarik kelambu yang menahan air mata kelabu
dan seketika aku ingin jadi bumi, bagi setiap air mata
serta tiap jatuhmu yang dipaksa gravitasi
Turunkan kesedihanmu yang rintik hujan,
yang senantiasa ditangkap pundakku yang bumi
atau dadaku yang samudera
yang senantiasa ditangkap pundakku yang bumi
atau dadaku yang samudera
III. Badai
Hingga kini Tuhan belum menjawab
bagaimana waktu mengkerut ketika mendung
dan melemparku menuju masa lalu ketika hujan
––tak tertahankan
bagaimana waktu mengkerut ketika mendung
dan melemparku menuju masa lalu ketika hujan
––tak tertahankan
Sebelumnya, kita pernah menari di bawah hujan
kini aku menangis bersamanya
kini aku menangis bersamanya
Pulanglah. Rinduku menggigil kesepian
sementara engkau hanya mengirim hujan
sementara engkau hanya mengirim hujan
IV. Aroma Pasca Hujan
Betapa aku mencintainya
betapa aku merindukannya
betapa aku merindukannya
aroma yang menemani
mantra kekeringan tereksekusi
Sayang,
hujan telah usai, telah hadir pula pelangi
namun rindu untukmu tak jua pergi
hujan telah usai, telah hadir pula pelangi
namun rindu untukmu tak jua pergi
* Ditulis Oleh Nugraha Aditya dalam blog Nugrahaditya pada 08 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar