Sabtu, 22 Februari 2014

Lullaby "sajak rindu, tersebar di halaman waktu"


Masihkah kau menikmati senja? tak sadarkah kau itu indah? hingga terjebak dalam bayangmu sendiri. Nona, sudah saatnya ak mengmbil cahaya.

Senja telah mengutukku dengan lantang. Jingganya tak hilang, meski kusapukan di pipiku setiap petang. Siap jatuh cinta, tuan?

Senja takkan marah keindahannya di usik kehadiran purnama. Seperti rusukku yang semakin indah dengan hadirnya engkau, Nona. 

Jika begitu di dadamu aku tinggal. Siap kuhujam rindu tanpa sela? Mereka akan selalu berjejal minta segera kau sapa.

Tak perlu engkau berpayah menghujamkan rindu. Semesta takkan diam membiarkan waktu membungkus ragu.

***

Ah! angin malam ini mengajakku berseteru, berani beraninya dia menghembuskan wangi tubuhmu.

Inginku menyambut angin yang telah menjadi bagian dari nafasmu. Hingga setiap bisik yang kau hebuskan adalah aku

Kau udara, Tuan. Kuhirup dan memenuhi dadaku. Tinggal dan menetap disana. Terpasung untuk darah dan otakku.

Iya, aku rela berlama terpasung disana.

***

Temui saja aku, dalam malam malammu yang paling sepi, diantara terjaga dan pejammu dalam mimpi. Kita bercinta dalam imajinasi.

Entah Ruh apa yang mengantar bisikmu Nona. Dalam rima yang tak lagi melantun. sejenak jantungku berhenti berayun.

Di jantungmu tuan, debar kita berserakan serupa kapal pecah pada lautan yang buncah. Sementara aku ingin menjadi cinta yang paling, yang kecupnya kau rindukan saat riuh dan hening.

Semua untumu Nona, debar telah mengusik hening. Angin pun menghentikan dansa-nya bersama malam, yang dibuat cemas dengan riuh bibir kita.

Biarlah malam digerayang cemas, jadilah kau yang terus kucumbu tak kenal puas. Hingga kita terbaring dalam lemas.
  
***

* Ditulis bersama Arina Putri (@aquarinaa) "dalam sajak jingga" 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar