Selasa, 25 Februari 2014

Akhir Cinta Diam-diam

Pukul lima pagi.

Lelaki itu memang selalu datang sepagi ini. Setelah meletakkan tas ransel, ia berjalan di lorong bangsal sambil menggenggam stetoskop hitam. Di depan pasien, ia tak pernah kehilangan senyumnya yang cerah, membuat matahari merasa tersinggung karena sinarnya terkalahkan.

Satu jam berlalu. Akhirnya lelaki itu selesai memeriksa semua pasien dan berjalan ke arahku. Ke meja di depanku, tepatnya. Ia menggeser tumpukan status pasien ke hadapannya dan mulai menulis instruksi baru di dalamnya.

Ya Tuhan… 
Aku selalu suka saat-saat seperti ini. Saat aku bisa leluasa mengagumi gerakan tangannya, bahunya, rambutnya…

Ups.
Lelaki itu mendongakkan kepala. Mata kami beradu. Rupanya cinta diam-diamku sudah sampai di batas waktu.

***

“Ngeliatin apaan, Dit?” tanya Rio.

“Hah? Enggak liat apa-apa, kok!”
Buru-buru kutundukkan kepala dan mulai kembali sibuk menulis.

Perlahan kuraba logam keperakan di jari manisku. Aku tak ingin membuat Rio terkejut. Biar aku saja yang tahu, bahwa ada perempuan berbaju putih dan berambut panjang yang melayang di samping pintu. Dan selalu menebar senyum padaku.

***

* ditulis oleh dalam blog Gadis Naga Kecil pada February 15th, 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar