Kehilangan Nyala Api
Aku mendapati pagiku dengan gembira. Betapa tidak, perempuan cantik dalam
imaginasiku sudah tak lagi hadir dalam mimpi. Bahkan sesederhana senyumnya
sekalipun tak lagi bisa kuingat.
Nessa, iya. Nessa telah merubah semuanya. Dengan santun dia mengusir semua
perempuan cantik dalam mimpiku. Memberi aku kesempatan untuk menikmati
perempuan cantik yang sebenarnya.
Hari ini aku berniat menemuinya, sekedar duduk minum dan ngobrol. Tidak
seperti pertemuan pertama yang entah mengapa, ada semacam nyala api yang
menjulang diatas tumpuan lilin lidi dan sumbu kecilnya.
***
Aku telah duduk di meja sudut cafe kecil yang berada di salah satu Mall tempat kita janjian. Sesekali aku melirik jam di tangan kiriku, terdapat beberapa orang
pengunjung cafe, mereka asik bersendau-gurau dengan temannya. Tiba-tiba
pandanganku tertahan, seorang perempuan berjalan kearahku.
"Kelamaan nunggunya Rakka?" Tegurannya memecahkan lamunanku.
"Oh, Enggak" Aku tidak bisa menjawab selain itu. Seraya berdiri,
dan menarik kursi di depanku untuk mempersilakan dia duduk.
"Pagi ini cerah sekali ya?" Ucapnya sambil menaruh tas jinjing
yang sama ketika kami bertemu pertama di bus.
Aku hanya mengangguk. Terlalu terpana hingga mulutku bahkan lupa tersenyum.
Apa sih susahnya mengucapkan ‘terima kasih’ untuk orang yang telah membarikan
kursi untukmu? Tentu susah ketika engkau menduga bahwa debar ini merusak saraf
rasionalku.
Asal kalian tahu. Laki-laki di dunia ini sama saja. Kegagahan mereka hanya
menjadi label, seperti api yang kehilangan nyala jika di sandingkan diantara
percikan air. Kata-kata mereka terpenjara sampai trakea di depan perempuan yang
disukainya. Jutaan aksara sudah mengapung di dalam kepala. Seperti halnya aku
hanya mampu terdiam di depan perempuan manis yang belum lama kukenal.
"Mau pesan apa?” kataku untuk menghilangkan keheningan dan ketegangan
yang sebenarnya berasal dari diriku sendiri.
“Coklat hangat tanpa gula, aku sudah makan tadi dirumah.” Lagi-lagi aku terpana menyaksikan gerak
bibirnya yang ranum.
“Kamu tidak makan sekalian Rakka? Nanti kalo sakit, aku ikutan repot lho.” Candanya.
“Memangnya kamu peduli? Kemarin saja kamu cuek.” Balasku
Nessa hanya tersenyum sambil menggigit ujung cangkir coklat hangat yang dia
pesan. Aku bahkan tidak sadar kapan pelayan mengantar pesanan kami.
“Eh, gimana kemaren kamu gak kenapa-napa
kan? sampai rumah aman?” Tanyanya.
“Memangnya kamu peduli juga?” Jawabku acuh.
Hatiku membuncah mengetahui keberadaanku masih diingatnya. Kejadian yang
instan dan memalukan. Iya, memalukan untuk kami bicarakan sekarang. Tentu saja, hal ini membuatku salah tingkah. Kuremas-remas jemariku sendiri,
lalu kugaruk kepala bagian belakang yang sebenarnya sama sekali tidak gatal.
“Diminum dulu, nanti keburu dingin.” Ucapnya cuek. Sepertinya dia melihat
aku gugup.
“Tu kan, aku peduli” Lanjutnya sambil kembali mengangkat cangkir yg ada
didepannya.
Untuk kesikian kalinya, Hatiku dibikin berdentam tak karuan. Mungkin sekarang
dahiku dipenuhi butiran-butiran keringat. Meskipun AC di café ini
sudah dingin. Sebenarnya kami berada di lantai 3, namun jiwaku sudah melesat jauh sampai langit 7.
“Selain kuliah, ada kegiatan apa? Tanyaku.
“Aku magang di kantor pajak. Sekalian untuk tesisku.” Jawabnya sembari
menaruh cangkir di meja.
“Kok kita gak pernah ketemu ya? Padahal aku sering ke kantor pajak.” Hatiku berdentam
tak karuan. mengetahui keberadaanya. Masih ada banyak peluang untuk mendekatinya tanpa banyak mencari alasan.
Sesaat kemudian Ponselnya berbunyi. Diraihnya tas jinjing di di sudut meja
untuk mengambil ponsel. Nampak dia membaca pesan yang ada. Tak lama setelahnya
dia merapihkan diri.
“Aku tidak bisa lama-lama, Rakka. Kita bisa ketemu lain kali. Makasih ya
traktirannya” ucapnya ramah seraya menjulurkan tangan untuk berpamitan.
Tiga detik selanjutnya, kugenggam tangan Nessa dengan lembut. Kurasakan
kulitnya menyentuh kulitku. Mata kami beradu. Lalu senyumku hilang saat telapak
tanganku menyentuh logam dingin di sela jari lembut itu.
“Oh iya, Tunanganku ada di Dirjen
Pajak juga, namanya Iqbal. Kalo kamu kesulitan, cari dia aja.” Ucap Nessa
kemudian berlalu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar