Sabtu, 07 Juni 2014

Perempuan Bermata Hujan



Aku menyebutmu perempuan bermata hujan.
Meskipun kamu punya kata yang lebih indah dari itu. 

Sebenarnya aku tidak ingin menjulukimu dengan majas apapun. Sendirinmu sudah cukup indah ketika di sejajarkan dengan rona langit. Takkan cukup waktu dan kata untuk memanuskribkan satu persatu. 

Atau mungkin aku sendiri yang tidak mampu membaginya?
Malam ini, debar semarakan rindu yang entah.

Ketika jemariku merapal nada-nada buram, Kamu tersenyum.
Memancarkan binar yang membawa gundah, sementara aku tak sanggup memandang matamu lebih dari dua detik.

Aku kesulitan.

Begini rasanya lemah hati, bahkan dengan binar itu seakan bisa menguburku tanpa peti.
  
Di lamunanku ada pentas yang merayakan langitnya sendiri, tubuh yang takut pada kesementaraan, dan rindu meminta lebih dari usia.

Hingga teringat ketika kamu menatap dalam diam, tidak memberi aku satu huruf pun.
Sedangkan milyaran sel tubuh ini menyerukan sesuatu, dan membutuhkan rasa untuk menyampaikan.
 
Entah apa yang aku inginkan, berdekatan denganmu sudah menyiksa debar.
Tatapan mungil yang mengirim rindu dengan usil.

Dalam diam, Sempat kuresapi redupnya matamu.
Meskipun otakku harus bekerja lebih keras untuk mengabadikan keindahan itu.
 
Dan sesungguhnya, masih lagi banyak hal yang belum terselesaikan.
Aku pun tahu dalam benakmu ada beberapa yang serupa.
Tapi biarkanlah dulu, biarkan...

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar