Kamis, 04 Desember 2014

Remah Renjana (Rindu)

Hebat ya, menatapmu saja bisa bikin jantungku berdetak abnormal. Bagaimana jika lebih dari sekedar mengintip lensa mata? Aku bisa hilang akal. Gila..!!

Lelaki. Tangguh memikul rindu namun lemah bersamaan ketika memberikannya pada satu hati yang kau tuju.

Rindu tidak punya logika. Jika iya, dia akan berpikir dulu sebelum terlanjur jatuh pada perangkap yang membuatnya kehilangan jiwa.

Sudah terlalu banyak lembaran rindu atas nama kamu. Kalau dibukukan, mungkin sudah pantas dijadikan ensiklopedia renjana untuk hatimu. 

Rindu punya jalur sendiri. Dia penyelinap ulung. Tau-tau kau dibebat dan wajah seseorang yang langsung selalu muncul tanpa penghubung.

Rindu tidak pernah ringkih. Partikelnya selalu awet muda dan jauh dari kata letih.

Lelaki. Kamu. Pengobrak abrik prinsipku. Pencetus rindu yang jadi liar padahal tadinya lugu.

Perempuan. Tadi. Memaksaku menjatuhkan rasionalku sendiri. Memaksa mimpi yang tak mungkin berakhir jadi.

Lelaki. Pagi, berantakan jiwaku akibat mimpi yang menjadikan hormon menggelegak tak tahu waktu.

Perempuan. Bercibir memaki mimpi. Sudahlah, senyummu adalah endorfin pelelap rindu. Hingga waktu mengijinkan bertatap temu.

Lelaki. Kamu. Dopamin pelengkap jiwa saat butuh asupan nyawa. Jangan jauh, dekatlah sini. Biar kumanjakan sampai kau hilang kendali.

Iya iya sudah, kamu cantik. Aku menyerah..

Tunggu dulu. Aku masih ingin dimanja lewat endorfinmu. Ayolah... Sebentar lagi saja..

Apa lagi? Diksimu menghujam perih. Masih ingin memaksa rimaku berjalan tatih?

Salahmu sendiri. Siapa suruh membuatku jatuh hati? Selesaikan! Atau kupaksa kau tercabik sepi.

Perempuan. Kamu. Mulai memaksaku meminang rindu pada sendiriku. Kejam! Dengan santun kau kirim bisik rindu menghujam.

Lelaki. Kamu. Seenaknya menculik hatiku dan menyanderanya untuk kau cumbu. Kembalikan, atau harus kucuri napasmu untuk tubuhku?

Lalu aku harus terpasung memuja rindu yang kau patik? Perempuanku. Tubuh ini seluruhnya milikmu. Nafasku adalah kamu.

Aku tidak mau. Bawa kembali rindu itu. Bikin lidah kelu, jiwaku letih dikekang sendu.

Perempuanku. Aku pipis dulu.. Aku tersiksa dingin yang tak biasa. Menahan gigil rindu yang kau kirim tanpa sela.. Sebentar yaa..

Persekongkolanmu dengan rindu cukup berhasil. Tidurku terganggu. Dan itu gara-gara menginginkan mimpi yang di dalamnya ada kamu.

Rapikan berandamu. Aku bosan mendengar rindu merengek mencari temu. Cumbu ia hingga semesta menatap cemburu.

Bosan? Bukankah kamu yang meretas file-file rindu itu hingga ruanganku berantakan karena remahnya berserakan?

Lalu aku juga yg menimangnya? Melantunkan lagu atau berdongeng tentang pangeran tampan. Sementara kamu terlelap di bahu kanan.

Tugasmu ringan, hanya bercerita tentang mimpi. Sedangkan aku di bahu kananmu sekuat tenaga mengumpulkan energi memelukmu lagi.

Lalu aku harus bagaimana?? Lebih baik terlelap bersama. Abaikan itu remah berserakan. Aku ingin lihat senyum yang berbeda pagi nanti.

Senyum pagiku akan tetap seperti biasa. Jangan cemas. Aku hanya bingung bagaimana membereskan renjana biar rapi tertata.

Jangan egois soal hati. Aku dibuat frustasi oleh harapan, kini malah kau tambah kekalutan dengan keinginan saling bertukar napas. Dasar lelaki.

* Ditulis Nurhalim Aly Yuwana bersama Agia Saziya dalam sajak hijau.

2 komentar: