Kamis, 18 September 2014

Terpenjara Rasa

"Kenapa kamu membuatku nyaman?"

"Mungkin hanya perasaanmu, memang seperti ini caraku bersikap." Aku mengelak.

"Tidak, aku sudah terlalu sering berinteraksi dengan laki-laki dengan analisa kognitif. Dan kamu melakukan dengan tulus, berbeda dengan yang aku temui selama ini." Elaknya.

Aku terdiam. Bukan karena aku tak punya jawaban, tapi sulit untukku menjelaskan. Dia tak tau jika sebenarnya aku memiliki rasa yang sama.

"Entahlah, kadang kita tidak bisa mengontrol hati, semudah kita memerintah pikiran." Jawabku dan berlalu meninggalkan dia.

"Seharusnya kamu tau, kita tidak bisa memulai sesuatu yang tidak bisa kita akhiri!" Teriaknya dari kejauhan.

Kakiku seakan terpasung, lantai yang aku injak terasa dingin. Tak ada yang aku dengar kecuali dengung kejam yang merapas semua dengarku.

Aku berbalik, menatap dan mendekat. Dia tertunduk, meremas ujung baju di di bawah perutnya.

"Aku akan berjuang jika kau inginkan. Aku akan berserah jika kau ikhlaskan." Bisikku didepan wajah cantiknya, sesaat sebelum kuberikan kecupan dan memeluknya.

"Bahkan kamu tau benar cara membuatku lebih baik, aku hampir tersedak airmataku sendiri."

Aku tidak begitu mendengar apa yang ia katakan, wajahnya tenggelam di dada kananku yang tidak bidang. Yang aku rasakan, dia sedang tersenyum.

***

Aku sudah bosan memanuskribkan kecantikan seseorang secara berlebih. Tapi perempuan yang aku temui kali ini benar-benar cantik. Meskipun masing-masing orang memiliki keindahan tersendiri di setiap indra dan rona yang ia miliki. Tatapan mata dan keindahan senyum yang berbeda.

Entah aku terlalu nakal atau memang Pemilik Semesta sengaja menghadirkan beberapa perempuan yang menjadi bagian dari kehidupan yang sedang aku langsungkan saat ini. Perempuan-perempuan yang sebenarnya tidak aku inginkan. Seakan lelah aku berdoa, untuk di hadirkannya seseorang yang menjadi akhir dari tanaman dosa dosa yang aku himpun selama ini.

***

Saat ini aku masih merasakan tubuhnya yang hangat, menjamah setiap jengkal yang takkan pernah selesai. Bibir yang sesekali berhimpitan, godaan kecil yang memperindah sentuhan di setiapnya. Dengan tatapan dan senyuman yang berbeda, ia pun membalas setiap perbuatan. Ah dasar laki-laki, mudah sekali terpenjara rasa seperti ini.

"Kita duduk disana saja."

"I, iya.." Sedikit kaget dengan itu.

Berjalan beriringan dengan mengapit lengan. Kemudian duduk bersandar dengan tetap bersentuhan. Sesaat aku menoleh. maksud hati ingin memulai pembicaraan, tapi sendirinya dahulu bertanya.

"Kenapa? Aku gendut ya?" Dengan wajah serius.

"Enggak kok, jangan dikurusin, udah segini aja aku suka." Aku mencoba menenangkan.

Sebenarnya aku sudah berusaha jujur dengan diriku sendiri, dia sudah memiliki semua yg aku inginkan, mungkin yang disukai laki-laki pada umumnya. Atau aku yang tidak suka perempuan yang terlalu kurus? Entahlah..

"Tapi perutku kalo buat duduk gak enak." Rancunya manja sembari menarik tangan kananku menyentuh perutnya.

"Ya sudah perutnya aja di kecilin, yang lain gak usah." Jawabku sekenanya.

"Berarti aku gendut??" Dia melotot.

Astaga, perempuan macam apa lagi ini???

"Enggak, segini aja cukup." Jawabku tenang sambil mengusap perutnya. Memperhatikan setiap jengkal di sekitarnya, dia tampak tenang, nafasnya teratur naik turun.

"Hayo lihat apa?"Dia tersenyum simpul, mendekatkan wajahnya, dan menggoda..

Tak ku jawab, tangan kiriku mengusap pelipis dan mengecupnya. Tangan kananku bergerak naik, menikmati setiap sentuhan yang menyiksa debar.

"Tuh kan, nakal.." Ucapnya gemas sambil mencengram keras pangkal pahaku.

"Biarin.. Kamu juga suka kan?"

Hingga dering ponsel menghentikan tawa, raut wajahnya berubah. Dia menyingkirkan tanganku yang masih berada diantara lengannya. Kali ini tak lembut. Aku mencoba memahami, hari sudah mulai sore.

"Aku harus pulang, suamiku batal keluar kota." Ucapnya sembari merapihkan baju yang telah aku acak-acak.

Kubenahi celanaku, membukakan pintu dan tanpa mengantar dia keluar.

"Hati-hati, tolong pintunya ditutup dari luar."

***

"Seharusnya aku bisa mengakhiri sesuatu yang belum sepenuhnya aku mulai."

Surabaya, 18 September 2014 | 05:00 PM


Tidak ada komentar:

Posting Komentar